Affective realm is the domain associated with the attitudes and values. Affective domain of behavior include the character of such feelings, interests, attitudes, emotions, and values. Some experts say that the attitude one can predict the changes when someone has had a high-level cognitive powers. The characteristics of affective learning outcomes will appear on the learner in a variety of behavior. Such as: perhatiannnya on subjects of Islamic religious education, discipline in following the religious subjects in schools, a high motivation to know more about Islamic religious instruction in the receipt, the award or his respect for Islamic religious education teachers and so on.
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata
pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa
hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci
lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4)
organization(5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima
atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,
gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan
keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek.
Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri
kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil
belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin
wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan
jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung
arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini
lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih
jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai).
Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah
merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini
tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang
telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini
berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai
di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah
stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin,
baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau
mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk
nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif
jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue
complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu
telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.
Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta
didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang
mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT
yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah,
dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang
afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J
Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur
adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan
Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur
ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap.
Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif),
dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk
pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau
ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang
diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan
negatif.
Salah satu skala sikap yang sering
digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang
diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan
sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2.2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian
Afektif
Pemikiran atau perilaku harus
memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen,
1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua,
perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah
afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya
cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki
perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan
orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan
itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran
dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah
perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu
skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai
arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang
ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi
terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini
bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh
seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa
cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar
bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif
yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan
moral.
- Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan
untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat
dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian
melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan
konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan
untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975)
sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif
atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta
didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata
pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999).
Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus
lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris
dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk
itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta
didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih
positif.
- Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah
suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang
untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk
tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara
umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan
untuk:
- mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
- mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
- pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
- menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
Mengelompokkan didik yang memiliki
peserta minat sama, f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara
keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
- mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
- bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
- meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
- Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah
evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang
dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah
afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi
seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya
bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai
tinggi.
Konsep diri ini penting untuk
menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta
didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan
motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat
dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai
berikut:
- Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
- Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
- Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
- Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
- Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
- Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
- Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
- Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
- Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
- Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
- Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
- Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
- Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
- Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
- Peserta didik mampu menilai dirinya.
- Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
- Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
- Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968)
merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang
dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau
situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide,
target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai
dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan
tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai
disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas,
atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan
kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek,
aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap,
dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik
menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik
untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap
masyarakat.
- Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas
tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan
antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral
seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau
dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan
salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap
tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi
orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering
dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang
berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan
keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting
adalah:
- Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
- Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
- Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
- Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar